Dosen, Tunjangan Kinerja dan Remunerasi
Sejak Presiden mengeluarkan Perpres tentang Remunerasi Tahun 2013 untuk 27 Kementerian dan Lembaga dan salah satunya adalah Kemendikbud yaitu Perpres No. 88 tahun 2013. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa
f. Pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diangkat sebagai ejabat fungsional Guru dan Dosen; dan
g. Pegawai Negeri Sipil pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan renumerasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012
Menghadapi kemelut ini sejumlah dosen menggalang dukungan untuk petisi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna mengubah perpres yang memungkinkan para dosen mendapat tunjangan kinerja.
Asal muasal kemelut dosen itu adalah Peraturan Presiden RI (Perpres) No 88 Tahun 2013 yang diterbitkan pada 11 De sem - ber 2013. Dalam Perpres mengenai Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemendikbud, dosen (yang disan dingkan dengan guru) dikecualikan sebagai penerima Tunjangan Kinerja (Pasal 3.1.f).
Perpres No 88/2013 ini terkait dengan upaya reformasi kepegawaian yang memberikan `tambahan insentif' resmi bagi PNS termasuk dosen sesuai target kerja dan pencapaian kinerja masing-masing.
Tetapi, perpres ini tampaknya tidak sesuai dengan praktik di beberapa daerah seperti Provinsi DKI Jakarta yang dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan tunjangan kinerja daerah (TKD) kepada para guru PNS yang diangkat Kemendikbud.
Tetapi, para dosen yang menduduki jabatan struktural tertentu dalam lingkungan perguruan tinggi bukan tidak mungkin mendapatkan `tambahan insentif' pendapatan secara resmi dari APBN. Hal ini dapat terjadi jika dosen bersangkut an mendapat tugas tambahan sebagai pejabat struktural.
Yang pasti, tambahan insentif yang disebut `remunerasi' dimungkinkan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) tentang Remunerasi. Bagian ketiga Pasal 36 (1 dan 2) menyatakan, pe jabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi.
Karena itu, dengan persetujuan Menteri Keuangan, perguruan tinggi negeri (PTN)
yang dalam pengelolaan keuangannya merupakan BLU dapat memberikan remunerasi bagi para pegawai administratif dan dosen yang mendapat tambahan tugas administratif seperti rektor, wakil rektor, dekan, dan seterusnya.
Bagi pegawai administratif reguler, pemberian tunjangan kinerja jelas dapat meningkatkan kesejahteraan mereka yang selama ini relatif tertinggal dibandingkan dosen. Jika para dosen bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi, hanya staf administratif yang menjabat struktur tertentu dengan beban kerja lebih berat memperoleh tunjangan jabatan rata-rata lebih kecil daripada dosen. Karena itu, terdapat keinginan kuat pegawai administratif khususnya mereka yang telah memiliki gelar S-2 atau S-3 untuk mutasi menjadi dosen. Beban kerja wajib dosen hanya mengajar paling sedikit 12 SKS persemester yang bisa diselesaikan dalam dua atau tiga hari saja.
Meski tunjangan kinerja atau remunerasi bisa diperoleh para dosen melalui jabatan struktural, tetapi jelas ada konsekuensi yang harus mereka bayar. Di antara konsekuensi itu adalah kewajiban hadir penuh di kampus dengan mengisi daftar hadir secara manual atau lewat finger print.
Jika terlambat atau tidak hadir, tunjangan kinerja atau remunerasi itu dikurangi secara signifikan. Begitu juga jika target kinerja kurang atau tidak dapat mereka selesaikan.
Walhasil, pemberian tunjangan kinerja atau remunerasi dapat menjadikan dosen terpenjara dalam birokrasi perguruan tinggi, mereka bisa menjadi tidak berbeda dengan karyawan administrasi kementerian.
Lebih celaka lagi, dosen dapat kehilangan kebebasan menghasilkan karya ilmiah akademik. Boleh jadi, dosen bakal lebih banyak berpikir tentang absensi dan finger print daripada bertungkus lumus melakukan penelitian dan penulisan.
Sebab itu, daripada mengomplain Perpres No 88 Tahun 2013, para dosen seyogianya berusaha lebih meningkatkan kinerja pengajaran, penelitian (dan penulisan), dan pengabdian masyarakat (Tridharma Perguruan Tinggi), sehingga setidak nya dapat memperoleh atau mempertahankan sertifikasi masing-masing.
Jika dosen bisa meningkatkan mutu dalam ketiga bidang ini, tambahan pendapatan datang dengan sendirinya karena bakal mendapat undangan untuk mengisi acara tertentu.
Para dosen mesti banyak bersyukur karena jelas pendapatan dosen apalagi yang sudah menjadi professor tidaklah jelek- jelek amat. Masih lebih banyak anak bangsa yang hidupnya `Senin-Kamis'. Karena itu, para dosen patut merenungkan pesan yang dikutip seseorang dalam milis tentang `kemelut dosen' tadi, "Bila kamu mencari ilmu, lihatlah keatas, tetapi jika kamu mencari harta, lihatlah ke bawah".